Sunday, April 20, 2014

Tak ada air yang tak bening

Tak Ada Air yang tak Bening
Negara menghendaki stabilitas. Masyarakat
menghendaki ketertiban. Sejarah menghendaki
keamanan. Jiwa menghendaki ketenangan. Hati
menghendaki keheningan. Mental menghendaki
endapan. Dan seluruh kehidupan ini, di ujungnya
nanti, menghendaki ketentraman, keheningan,
kemurnian. Karena itu, agama menganjurkan
kembali ke fithri. Kita berdagang, berpolitik,
berperang, bergulat, bekerja banting tulang, bikin
rumah, bersaing dengan tetangga. Yang tertinggi
dari itu semua dan yang paling dirindukan oleh
jiwa, adalah “air bening hidup”.
Hidup bagai gelombang samudera. Hidup bergolak.
Segala pengalaman perjalanan Anda adalah arus
air sungai yang mencari muaranya. Masa muda
melonjak-lonjak. Tapi masa muda berjalan menuju
masa senja. Dan masa senja bukanlah lonjakan-
lonjakan, melainkan ketenangan dan kebeningan.
Maka, lewat naluri ataupun kesadaran, setiap
manusia mengarungi waktu untuk pada akhirnya
menemukan “air bening”.
Ada orang yang dipilihkan oleh Tuhan atau memilih
sendiri untuk mengembara langsung ke gunung-
gunung dan menemukan sumber air murni. Orang
lain menunggu saja saudaranya pulang dari gunung
untuk dikasih secangkir kebeningan. Orang yang
lain lagi menjumpai dunia adalah kotoran, maka ia
ciptakan teknologi untuk menyaring kembali air itu
dan menemukan kebeningannya. Sementara ada
orang yang hidupnya menyusuri sungai, parit-parit
kumuh, got-got, kubangan-kubangan.
Sampai akhir hayatnya tak mungkin ia memilih
sesuatu yang lain, karena mungkin tak punya
kendaraan, tak punya kapal, bahkan tak punya
sendal untuk melindungi kakinya dari kotoran-
kotoran. Ketidakmungkinan itu mungkin karena
memangdipilihkanoleh Yang Empunya Nasib,
tapi mungkin juga didesak oleh kekuatan-kekuatan
zaman yang membuatnya senantiasa terdesak,
terpinggir dan tercampak ke got-got. Bagaimana
cara orang terakhir ini menemukan air bening? Di
dalam sembahyangnya, perenungannya,
penghayatannya, kecerdasannya serta kepekaan
hatinya. Ia tahu tidak ada air yang tak bening.
Semua air itu bening.
Tidak ada “air kotor”, melainkan air bening yang
dicampuri oleh kotoran. Dengan menemukan jarak
antara kotoran dengan air bening, tahulah ia dan
ketemulah ia dengan sumber kebeningannya. Ia
terus hidup di got-got, dan justru kotoran-kotoran
itu makin menyadarkannya pada keberadaan air
bening dalam got-got. Adakah makna hal itu
dalam kehidupan Anda?

Muhammad Ainun Nadjib

No comments:

Post a Comment

Melagkah pasti